Harmonisasi alat musik tradisional Batak dan modern itu kian membius penonton ketika lagu Bed of Roses milik Bon Jovi mengalun indah mengiringi vokal empuk penyanyi Rolan Sinaga.
Inilah salah satu komposisi apik yang disajikan Tigor Situmorang, melalui pertunjukan Gondang Orchestra for The World di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis dan Jumat (2-3 Desember) lalu. Di tangannya, lagu beraliran rock itu terdengar unik sekaligus menarik.
Tigor seolah membuktikan betapa musik gondang bisa disajikan dalam ciri kontemporer, termasuk jazz dan rock. Gondang Orchestra for The World menjadi sajian pembuka Festival Musik Indonesia, sebuah rangkaian pertunjukan yang menghadirkan para komposer Indonesia yang mempunyai latar belakang musik tradisi, klasik, maupun world music.
Gondang Orchestra for the World berfokus pada gondang, yang dikolaborasikan dengan alat-alat musik modern, seperti gitar, drum, biola, dan bas, yang digubah dalam sebuah orkestra nan dinamis dan dramatik. Tigor mengaku, orkestra gondang terilhami dari warna musik Batak yang berada di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Pria yang sudah menelurkan enam album ini berusah memperkenalkan sekaligus memamerkan budaya Indonesia, salah satunya Batak, ke dunia internasional. "Tujuan saya, supaya orang asing tahu bahwa budaya Batak, ternyata bisa dikawinkan dengan musik asing,” katanya.
Tigor, yang tampil sebagai komposer, penata musik, dan konduktor dalam pertunjukan itu, juga memetakan lima nuansa perjalanan dalam musik Batak. Pertama adalah Gondang Sebangunan atau yang disebut sebagai Gondang Bolon, yang merupakan gondang kebesaran dari suku Batak. Gondang ini juga merupakan salah satu pertanda atau ciri khas dalam budaya dan peradatan suku tersebut. Kedua, Gondang Uning-uningan. Gondang ini merupakan medium ucapan syukur kepada Sang Pencipta atas kebesaran kuasa dan rahmat yang diberikan kepada bangsa dan suku Batak. Terutama atas keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir.
Ketiga, Gondang Kontemporer, yang telah mengalami berbagai bentuk sentuhan dan dapat memperkaya nada-nada dalam penyampaian suatu pesan dalam musiknya. Keempat, Gondang World Music, yang merupakan salah satu saksi hidup dan mati akan kesenian dan kebudayaan suku bangsa Batak yang sampai sekarang masih tetap eksis itu. Artinya, gondang juga mampu merebut hati setiap pencinta musik, bukan hanya bangsa Batak dan masyarakat Indonesia, tapi juga pencinta musik yang ada di seluruh dunia. Hal ini, kata Tigor, terbukti dari beberapa pertunjukkan gondang yang pernah diadakan di luar negeri, seperti di Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya. “Mereka umumnya tertarik, menyukai, dan ingin belajar memahami pesan-pesan yang disampaikan dari bahasa musik gondang,” Tigor mengungkapkan.
Kelima atau yang terakhir adalah Gondang Orchestra, yang disebut dengan Gondang Orchestra for the World, yang berfokus pada perkusi Batak (gondang) yang dikombinasikan dengan musik tradisonal Indonesia dan musik dari belahan dunia lainnya, misalnya rock dan jazz.
Sebagai musik tradisional Batak, Gondang Sabangunan terdiri atas sarune bolon (alat musik tiup), taganing (5 kendang yang punya peran melodis), gordang (kendang besar penentu ritme), 3-4 gong yang disebut ogung (pembentuk ritme konstan), dan hesek (perkusi, biasanya kayu atau botol yang dipukul). Gondang Hasapi atau uning-uningan terdiri atas hasapi ende (sejenis gitar kecil 2 senar), garantung (gambang kayu), sulim (suling bambu berselaput kertas getar), sarune etek (sejenis klarinet), dan hesek. Para pemainnya disebut pargonsi.
Mengenakan setelan jas hitam dengan kalungan kain ulos di leher, Tigor mengawali pertunjukan dengan dua repertoar sekaligus, yakni Gondang Orchestra dan Gondang Uning-uningan. Selanjutnya, tak kurang dari 16 lagu hasil aransemennya disuguhkan secara apik. Lagu-lagu yang disajikan beragam. Pada awal pertunjukan, Tigor menyuguhkan lagu-lagu Batak, seperti Sing Sing So dan Nahinali Bakkudu. Dia juga membawakan salah satu karyanya berjudul Samosir Island.
Selanjutnya, harmonisasi nada-nada pentatonik dan diatonik itu mengiringi lagu-lagu Barat yang akrab di telinga penonton. Selain Bed of Roses, penonton dimanjakan dengan alunan lagu My Way milik Frank Sinatra dan What a Wonderful World, sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Rod Stewart. Tigor dengan piawai meracik semuanya itu dalam balutan komposisi musik kontemporer yang indah dan menarik. Termasuk saat menyajikan lagu berirama cepat, Waka-waka. Dengan sentuhan suara sarune bolon yang mendayu-dayu dan irama taganing yang ritmis, lagu yang dikenal sebagai theme song Piala Dunia di Afrika Selatan itu makin asyik di telinga. |
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar anda membangun blog ini...